Draf INPRES tentang Eavaluasi
Dan Penundaaan Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit yang dikeluarkan sejak Bulan
April Tahun 2016, masih menjadi tanda tanya bagi publik, dapat dikatakan beum
mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat dalam hal penguasaan lahan dan
resolusi konflik.
Intruksi Presiden tersebut juga
hanya mengakomodir perizinan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan.
Pertanyaannya, bagaimana dengan wilayah Areal Penggunaan Lain (APL) yang masih
banyak terjadi tumpang tindih izin, over izin dan konflik HGU yang notabennya
itu wilayah APL.
Mengutip dari berita Monabay,
menurut Menteri KLHK Siti Nurbaya Inpres ini, katanya, menitikberatkan
kesejahteraan rakyat dan pembenahan perizinan yang ada. Siti mengatakan,
sekitar 4 juta hektar perkebunan sawit milik rakyat memiliki produktivitas
rendah. Artinya, Pemerintah hanya melihat
dari sisi persoalan perkebunan sawit
rakyat dalam konteks yang telah bermitra dengan perusahaan, seperti di sebutkan
di dalam Inpres tersebut implementasinya bisa menggunakan 20 % dari luasan izin Perusahaan Perkebunan Kelapa
Sawit itu di serahkan ke rakyat. Kemudian bagaimana dengan Perusahaan yang
tidak memiliki HGU.
Selanjutnya bagaimana dengan
penegakan hukum apabila ada temuan dari hasil evaluasi izin perusahaan yang
melakukan pelanggaran, apa tindakannya, dan apa sanksi yang berlaku masih belum
terlihat di dalam INPRES tersebut.
INPRES ini saya fikir masih belum mengakomodir
kepentingan rakyat, baik dalam hal RESKON dan kesejahteraan rakyat, serta juga
di dalam unsur TIM kerja Kementrian, masih belum ada kelihatan keterlibatan
para pihak. Justru kementrian atau instansi tersebut yang memiliki peran
signifikan terhadap hasil evaluasi izin
0 komentar:
Posting Komentar